Bantu Kami Sekolah, Kami akan Menjadi Kekuatan Terdepan Laut Bangsa Ini

Setiap orang pasti mempunyai harapan dan mimpi, begitu pun kami, anak-anak suku Sama atau yang kita kenal orang Bajo atau Bajau, dulu sewaktu kecil saya mempunyai mimpi ingin kerja di toko baju, biar saya bisa dapat uang untuk bantu ibu saya beli beras dan adik-adik saya bisa punya baju baru.

Saya tidak pernah membayangkan akan jadi guru ketika masuk di FKIP UHO Kendari tahun 1997. Seiring perjalanan pendidikan saya, mengubah sangkaan saya jika orang yang sekolah itu bisa hanya kerja di toko, namun lebih dari itu, saya bisa menjadi guru, mengajarkan baca tulis pada ibu saya yang buta huruf dan ibu-ibu lain di desa saya. Selanjutnya, saya memprovokasi anak-anak di kampung saya untuk terus sekolah dan tidak boleh takut dan beralasan orang tua tidak ada biaya.

Tapi seiring perjalanan studi saya, Uwa’ saya sampai-sampai harus menjual perahu satu-satunya untuk biaya masuk kuliah saya (sampai harus konflik dengan Umma’ saya yang marah karena adik saya waktu itu 5 orang mau dinafkahi pakai apa), untuk biaya wisuda Uwa’ saya memboyong Umma’ dan adik-adik saya merantau ke desa Limbo di Taliabo, menjadi petani rumput laut (karena di sana kualitas lautnya masih bagus, rumput laut tumbuh subur).

Untuk meraih magister pun tak kalah beratnya, alhamdulillah dapat bantuan pendidikan kala itu dari Pak Rektor Univ. Halu Oleo, Prof. Usman Rianse (Tahun 2010 s.d. 2013).

Lalu bagaimana dengan studi saya selanjutnya? Saya berjuang sendiri, beban makin berat, disamping cari nafkah untuk diri sendiri, pun untuk bantu biaya adik-adik sekolah dan sedikit disisihkan untuk orang tua, untuk nenek yang membesarkan saya, untuk anak-anak lainnya di kampung yang suka bermanja-manja pada saya.

Tahun 2014, saya nekad ke Jakarta, atas ajakan sahabat saya, saya masuk di Universitas Negeri Jakarta untuk studi S3 di jurusan Pendidikan Bahasa. dan saat ini tahun 2019 saya sudah 3 kali masuk daftar DO. Tanggal 28 Maret 2019 sudah keluar surat drop out dari kampus.

Namun saya tak menyerah, saya tidak kapok dan jera, saya tidak malu menenteng proposal surat meminta bantuan penanganan masalah tunggakan SPP saya ke pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi, namun tidak terealisasi.

Sedangkan tunggakan saya makin membengkak. Saya sudah menyelesaikan kuliah, sisa ujian proposal, penelitian, sampai ujian terbuka. Kampus tidak melayani administrasi Akademik jika masih ada tunggakan, pasti ada jalan, seperti kata Uwa’ saya “Selalu sabar nak, selalu ada jalan dan rezeki untuk orang yang akan menikah, bangun rumah, dan yang sedang sekolah” saya tidak pernah lupa kata-kata itu, kata-kata yang saya pegang dan yakini, sehingga sampailah pada masa Allah SWT memberikan saya kesempatan untuk mengutarakan kondisi studi saya pada Bapak Menteri Ristekdikti, Prof. Moh. Nasir, di acara pemutaran film Bidikmisi Award di bioskop XXI Plaza Indonesia Minggu, 13 Oktober 2019. Film tersebut mengangkat salah satu kisah penerima beasiswa Bidikmisi, Riska Calon Dokter pertama orang Bajau yang berjuang untuk bisa jadi dokter yang kisahnya difilmkan oleh Tomy Kibu, sang Sutradara.

Bang Tomy Kibu (dalam lingkar kuning)

Ketika saya melihat Pak Menteri masuk ruang pemutaran film, saya speperti terkena strom, karena saya berniat ingin bertemu dengan beliau meski dengan mecegatnya di jalan ketika acara selesai nanti, lalu saya akan curhat ke beliau.

Saya mengumpulkan semua kata-kata terbaik, menyusun kalimat demi kalimat agar Pak Menteri tergugah dan beri jalan keluar. Akhirnya sesi tanya jawab tiba, perjuangan saya mengangkat tangan tinggi-tinggi dilihat pembawa acara, saya mendapat kesempatan bertanya. Ketika mikrofon di tangan saya, tiba-tiba saya gemetar, lutut saya goyah, kalimat yang sudah saya susun sedari tadi hilang seketika. Kalimat pertama, saya menyapa Pak Menteri hampir tak terdengar karena tiba-tiba dada saya sesak karena air mata yang mau membucah keluar. Saya menahan tangis. Saya bleng. Akhirnya, saya mengucapkan kata-kata di luar konsep kalimat yang tersusun sebelumnya, yang saya ingat, kalimat saya ke Pak menteri adalah: Pak, jika Riska calon DOKTER PERTAMA, maka tahun 2014 saya digadang-gadang jadi calon DOKTOR PERTAMA orang Bajau namun kenyataannya saya sudah 3x di DO dari kampus tempat saya kuliah. Disambut, gemuruh tepuk tangan semua orang yang hadir. Saya bahkan sempat melihat Bang Tomy Kibu (yang mengundang saya ke acara tersebut) mengangkat jempolnya ke saya, seolah memberi kekuatan agar saya tidak menagis.

Terima kasih atas support dan bantuan Pak Menteri Ristekdikti, Prof. Nasir

Apa jawaban Pak Menteri menanggapi curahan hati saya? KITA AKAN SELESAIKAN ucap beliau (semoga saya tak salah dengar), sontak membuat sekujur tubuh saya bergetar sampai lutut saya tidak bisa menopangnya, saya lemas di kursi saya, Bunda Annie (Ketua Umum Odis Bajau) tak henti-hentinya mengusap bahuku menenangkan. Kanda Ridal Ketua Sama Batara tak henti-henti menguatkan, namun tetap saya tak bisa menahan air mata saya membanjir dan berdoa syukur tiada henti. Lebbay memang, tapi begitulah kondisi saya saat itu.

Bunda Annie dan Bunda Christine Hakim tak hentinya memberi suport dan beri pelukan

Tak menunggu lama, keesokannya Senin tanggal 14 Oktober 2019 saya membawa surat permohonan bantuan pendidikan saya ke kantor Kemeristekdikti, ditembuskan ke Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Dirjen Belmawa) dan Direktur Jenderal Sumber Daya IPTEK dan Pendidikan Tinggi (Dirjen SDIPT), dan Rabu, tanggal 16 Oktober 2019 saya mendapat telepon dari Kampus UNJ, TU Pasca UNJ menelpon saya meminta bukti LULUS UJIAN KOMPRE, dan SK Promotor saya. Lalu selanjutnya menunggu kabar dan proses-proses lainnya. Semoga dimudahkan dan insyaa Allah ada jalan. Aamiin.

Foto bersama Kanda Ridal, Bunda Annie dan Riska

Berangkat dari sekelumit pengalaman saya tersebut di atas selama menempuh studi, menggerakkan hati saya dan berinisiatif untuk membuat lembaga bernama INSTITUT BAJAU INDONESIA, harapan saya selanjutnya lembaga ini sebagai wadah untuk anak-anak Bajau kurang mampu di Indonesia yang masalahnya sama dengan saya, TIDAK ADA BIAYA UNTUK MELANJUTKAN SEKOLAH, PUTUS KULIAH, di DO, dan kasus-kasus lainnya.

Tidak satu dua kali saya mendapat telepon adik-adik mahasiswa yang meminta sedikit bantuan untuk dibantu biaya kuliah, dibantu bayar ujian skripsi, belum lagi adik saya sendiri juga minta dibelikan seragam pramuka, dibelikan buku, roknya sudah sobek, sepatunya sudah bolong, dan sebagainya, gambaran anak-anak Bajau di daerah lainnya. Tapi apa daya, saya hanya punya semangat untuk menyerukan agar terus sekolah, dan tidak bisa membantu secara materi.

Dari latar belakang di atas, saya memohon restu dan doa para pembaca, baik senior-senior kami, orang tua kami, untuk Pendirian Institus Bajau Indonesia yang selajutnya akan kami singkat IBI. Melalui IBI kami harapakan bisa menjadi wadah untuk perpanjangan tangan dalam menyalurkan bantuan ke anak-anak Bajau yang membutuhkan.

Bapak ibu yang sudah berkecukupan, dapat menyisihkan rezekinya membantuk para murid, pelajar, siswa, mahasiswa Bajau. Beri mereka kesempatan untuk memiliki cita-cita dan harapan besar dan mulia, harapan dan cita-cita untuk pendidikan lebih baik. Dengan pendidikan yang baik, insyaa Allah anak-anak Bajau akan menjadi Generasi Emas bangsa ini.

Melalui Institut Bajau Indonesia, semoga harapan dan cita-cita anak-anak Bajau bisa terwujud. Anak-anak Bajau mendiami hampir 90% wilayah laut Indonesia, karena merupakan suku yang notabene tinggal di atas laut atau di bibir pantai. Hampir di semua wilayah di Nusantara didiami oleh orang Bajau, karena orang tua kami menggantungkan hidupnya di laut, sebagai nelayan.

Dengan Pendidikan yang Baik, Orang Bajau, Generasi Emas Bajau, Anak-Anak Bajau, akan Menjadi Kekuatan Terdepan Laut Bangsa Ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
Kirim Chat
1
Silakan Chat
Salam,,ini adalah layanan chat Erni Bajau? Apa yang dapat kami bantu?